Jual Beli Mata Uang Dan Menjual Mata Uang Dengan Tenggang Waktu
Oleh
Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta
Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya : Seperti yang anda ketahui bahwa diantara transaksi perdagangan, khususnya yang terjadi diantara mereka sekarang ini, yaitu jual beli mata uang yang beraneka ragam, sebagian dengan sebagian yang lainnya. Dolar misalnya, dijual dengan Riyal, Riyal dijual dengan Poundsterling, Poundsterling dengan Dinar Kuwait, dan demikian seterusnya. Yang perlu diperhatikan, bahwa masing-masing mata uang tersebut memiliki harga tersendiri untuk dijual dan harga lainnya untuk dibeli. Untuk mata uang lokal yaitu Riyal Saudi, jika kita hendak menjual beberapa dolar ke salah satu money changer maka akan dibeli dengan harga 3,25 (3 riyal 25 halalah). Tetapi jika kita hendak membeli dolar dari tempat yang sama, niscaya dia akan menjual kepada kami satu dolar dengan harga 3,30 (3 riyal 30 halalah), yakni dengan selisih 5 halalah antara dua mata uang tersebut saat beli dan jual. Mengenai transaksi, kami hendak bertanya kepada Anda beberapa hal berikut ini:
[1>. Apakah transaksi di atas benar dan boleh dari kaca mata syari’at, dan apakah kami boleh menyebutnya sebagai jual beli?
[2>. Jika transaksi itu boleh, lalu apa dalil yang membedakan antara hal ini dengan uang yang berbau riba yang tidak boleh dilakukan penambahan pada saat dilakukan penukaran, sebagaimana yang Anda ketahui?
Jawaban
[1>. Transaksi tersebut merupakan akad dalam dua harta yang mengandung riba, yang boleh yaitu jika dilakukan tangan dengan tangan (seketika). Meskipun berbeda dua barang yang ditukar, karena adanya perbedaan jenis. Hal itu didasarkan pada apa yang ditegaskan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dimana beliau bersabda.
Artinya : “Janganlah kalian menjual emas dengan emas kecuali sama banyaknya, janganlah pula melebihkan sebagiannya atas sebagian lainnya, dan jangan pula menjual perak dengan perak kecuali sama banyaknya, serta janganlah kalian melebihkan sebagian atas sebagian lainnya. Dan janganlah kalian menjual dengan cara sebagian ditangguhkan dan sebagian lainnya tunai”[1>
Uang kertas itu menyerupai dua uang logam ; emas dan perak, sebagaimana disebutkan di dalam pertanyaan adalah berbeda jenis sehingga boleh dilakukan adanya penambahan, karena masing-masing mata uang kertas dianggap jenis yang berdiri sendiri sesuai dengan negara yang mengeluarkannya, tetapi dalam hal ini harus dilakukan serah terima di tempat akad. Sebab, ada larangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang jual beli suatu yang tunai dengan suatu yang ditangguhkan. Dan akad semacam ini disebutkan dengan penukaran yang merupakan salah satu bentuk jual beli.
[2>. Keadaannya seperti itu pada seluruh harta yang bisa berbau riba, seperti gandum, jelai, tamr (kurma), anggur kering, di mana diperbolehkan menukarkan antara barang-barang tersebut jika satu jenis, dengan syarat semisal dan ada serah terima di tempat pelaksanaan akad. Dan diperbolehkan adanya penambahan (selisih harga) jika berbeda jenis, dan barang diserahkan langsung dan tidak boleh dutangguhkan pada waktu pelaksanaan akad. Dan diharamkan adanya penambahan (selisih harga) antara dua obyek penukaran secara mutlak baik seketika maupun ditangguhkan, jika jenisnya satu. Dan diharamkan pula penangguhan antara kedua obyek tersebut secara mutlak. Demikian pula diharamkan penangguhan salah satu dari keduanya, kecuali jika salah satu dari keduanya berupa mata uang, sedangkan yang lainnya tidak berupa mata uang sebagaimana dalam jual beli salam dan jual beli dengan tenggang waktu.
Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya : Dengan mengkiaskan pada dibolehkannya jual beli dengan tenggang waktu yang di dalamnya dilakukan penambahan nilai barang dari harga yang harus dibayar secara tunai.
[1>. Apkah kami boleh membeli dari satu pihak tertentu (money changer atau yang lainnya) senilai 1000 dolar, misalnya untuk masa 1 tahun, dan kami harus membayar nilai tersebut dengan riyal pada saat jatuh tempo, dengan patokan 1 dolar sama dengan 4 riyal, dengan catatan bahwa nilai dolar pada saat beli sama dengan 3,5 dolar saja.
[2>. Apakah kami boleh membeli dari satu pihak tertentu (money changer atau yang lainnya) senilai 1000 pound emas untuk masa 1 tahun, dengan ketentuan kami harus membayarnya dengan riyal pada saat jatuh tempo, dengan patokan nilai tukar 1 pound emas sama dengan 600 riyal, dengan catatan bahwa nilai pound emas pada saat beli hanya 500 riyal saja.
Tolong beritahu kami, mudah-mudahan Allah memberikan balasan kebaikan kepada Anda. Dan terima kasih atas usaha-usaha baik Anda yang penuh berkah.
Jawaban
Keadaan 1 dan 2 tidak diperbolehkan. Hal itu didasarkan pada apa yang telah disampaikan pada jawaban untuk pertanyaan pertama, yaitu dalil yang menunjukkan persyaratan bahwa obyek penukaran harus terdiri dari dua mata uang tunai ; emas dan perak serta apa yang satu bingkai hukum dengannya, misalnya uang kertas yang dilakukan tangan dengan tangan (seketika). Dengan demikian, penangguhan salah satu dari keduanya termasuk riba nasa’. Dan itu haram secara mutlak, baik nilai tukarnya berlainan untuk waktu yang akan datang dari nilainya jika dibayar sekarang maupun tidak.
Wabillahit Taufiq. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para shahabatnya.
[Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta, Pertanyaan ke 1 dan ke 2 dari Fatwa Nomor 3037, Disalin dari Fataawaa Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyyah Wal Ifta, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Jual Beli, Pengumpul dan Penyusun Ahmad bin Abdurrazzaq Ad-Duwaisy, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i>
_________
Foote Note
HR Malik II/632-633, Asy-Syafi’i di dalam kitab Al-Musnad II/156-157, dan di dalam kitab Ar-Risalah hal. 276-277 no. 758 (tahqiq Ahmad Syakir), Ahmad III/4, 51,53 dan 61, Al-Bukhari III/30-31, Muslim III/1208 dan 1209 no. 1584, At-Tirmidzi III/543 no. 1241, An-Nasa’i VII/278-279, 279 no. 4570 dan 4571, Abdurrazzaq VIII/122 no. 14563 dan 14564, Ibnu Abi Syaibah VII/101 (senada tetapi ringkas), Ibnu Hibban XI/391 dan 392 no. 5016 dan 5017, Ibnu Jarud II/226 no. 649, Ath-Thayalisi hal 290 no. 2181 secara ringkas, Al-Baihaqi V/276 dan X/157, Al-Baghawi VIII/64-65, no. 2061